Orang Asli Papua (OAP) digunakan saat ini di pulau New Guinea bagian Barat untuk membedakan Orang Papua yang TIDAK Asli, atau istilah kita orang-orang Amberi, atau umumnya kita bisa katakan orang-orang Melayu Indonesia. Jadi, dengan mengatakan OAP, kita sedang mengatakan "Saya bukan orang Melayu, saya bukan orang Indonesia". Itu makna secara sosio-linguistik.
Tulisan ini bertujuan bertanya kepada OAP, "Apa yang timbul di pikiran, otak secara kilat, cepat, sekejap kalau Anda berpikir tentang liburan?" Libiran natal, liburan sekolah, liburan semester, liburan hari raya agama, yang begitu banyak dirayakan di wilayah Indonesia.
Dulu saya pernah punya pikiran, bahwa "Papua New Guinea itu jauh sekali, ada di pulau mana?" Begitu! Dulu saya berpikir, kalaupun Papua New Guinea itu satu pulau,jaraknya sangat jauh. Lalu saya bandingkan dengan jalan-jalan ke Sorong, Mnukwar, Byak, Serui menjadi sangat dekat, masih dalam wilayah saya sendiri. Padahal saya ada di Tanah Tabi, dan Vanimo, Papua New Guinea itu juga Tanah Tabi. Ke Vanumi butuh sepeda motor atau mobil dan satu dua jam sudah sampai di PNG.
Tetapi otak saya bilang begini,
Lalu saya duduk bertanya kepada diri sendiri:
Itu terjadi tahun 2009.
Sekarang tahun 2018, yaitu sebelas tahun kemudian, saya barusan pulang dari Vanuatu, dan juga dua kali mengunjungi Papua New Guinea dalam rangka merintis kemungkinan menjual Kopi Papua, Baliem Blue Coffee ke pasar Melanesia, menyambut langkah-langkah yang sudah dilakuikan pemerintah Indonesia dan pemerintah anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) lainnya di kasawasan kepulauan Melanesia.
Memang biayanya dua tiga kali-lipat daripada biaya untuk terbang ke Jawa, 4 kali lipat biaya ke Bali. Padahal saya hanya terbang ke pulau yang sama, pulau New Guinea dibagian Timur. Padahal sayaterbang hanya ke kawasan ras Melanesia di PNG dan Vanuatu.
Saya juga sempat singgah beberapa kali waktu pulang dan pergi di Fiji. Saya bisa merasakan kondisi di Fiji.
Setelah perjalanan ini, saya mulai berdialogue dengan diri saya sendiri, mundur 11 tahun lagi, mengulangi diskusi kani 11 tahun lalu, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya hentikan 11 tahun lalu.
Sekarang saya bertekad, produk-produk yang ada di Indonesia harus dijual di kawasan Melanesia, dan saya harus menjadi pemain aktif di dalamnya.
Saya kok jadi heran mengapa banyak kopi Filipina, Kopi Malaysia, Mie Bangladesh dan Nepal yang merajalela di Papua New Guinea, mengapa produk Vietnam dan China yang justru banyak di Vanuatu, mengapa produk India menguasai Fiji, mengapa produk Perancis menguasai Kanaky?
PADAHAL produk mereka 2 sampai 3 kali lebih mahal daripada barang-barang yang bisa dengan MUDAH dibawa dengan mobil lewat Wutung ke PNG, lalu dengan mudah ke pasar Melanesia.
Ayo! Mari kita Go-Melanesia, hai OAP, yakinkan dan percaya-kan diri sendiri, Kita Orang Melanesia, OAP orang Melanesia, kita harus berpikir dan sibuk mondari-madir, berdagang di Melanesia, dengan orang sesama Melanesia.
Apakah Otak-mu OAP, atau Anda gunakan OAP hanya dalam rangka memberontak terhadap orang-orang Melayu - Indonesia, yang Anda anggap mereka datang menduduki dan menguasai tanah leluhur bangsa Papua ras Melanesia? Kalau ini penjelasannya, itu terlalu picik, tidak membangun, tidak menguntungkan.
Mulailah melangkah, mulailah bergerak, start lalu-lalang di Melanesia, dengan sesama Melanesia. Anda akan merasakan "SESUATU YANG BERBEDA!" Jiwamu akan kesiraman Roh Leluhur,melihat saudara-saudaramu OAP di PNG, dan orang Melanesia pada umumnya. Jiwamu yang selama ini memberontak akan mendapatkan peristirahatan.
Kibat berpikir kita OAP harus kita PUTAR BALIK, dari lihat ke barat menjadi lihat ke Timur. Peluang bisnis untuk jua produk Indonesia sangat besar di sana. Jangan biarkan orang lain dari jauh-jauh saya merusak pasar Melanesia.
Tulisan ini bertujuan bertanya kepada OAP, "Apa yang timbul di pikiran, otak secara kilat, cepat, sekejap kalau Anda berpikir tentang liburan?" Libiran natal, liburan sekolah, liburan semester, liburan hari raya agama, yang begitu banyak dirayakan di wilayah Indonesia.
Dulu saya pernah punya pikiran, bahwa "Papua New Guinea itu jauh sekali, ada di pulau mana?" Begitu! Dulu saya berpikir, kalaupun Papua New Guinea itu satu pulau,jaraknya sangat jauh. Lalu saya bandingkan dengan jalan-jalan ke Sorong, Mnukwar, Byak, Serui menjadi sangat dekat, masih dalam wilayah saya sendiri. Padahal saya ada di Tanah Tabi, dan Vanimo, Papua New Guinea itu juga Tanah Tabi. Ke Vanumi butuh sepeda motor atau mobil dan satu dua jam sudah sampai di PNG.
Tetapi otak saya bilang begini,
"Ah, jangan itu jauh sekali, itu sulit, banyak tentara jaga di pos-pos perbatasan. Nanti kamu diperiksa, nanti kamu ditanya-tanya banyak, nanti banyak rumit. Lebih bagus berlihur ke Jawa, Bali, Raja Ampat, Manokwari, Wamena."Ini kalimat bukan dari orang lain, tidak ada iklan di TV, koran atau buku yang mengatakan seperti ini. Kalimat-kalimat ini muncul di otak secara otomatis.
Lalu saya duduk bertanya kepada diri sendiri:
Hei Jhon, kau orang Tanah Tabi, PNG itu sebagian adalah Tanah Tabi. Wamena itu wilayah La-Pago, Sorong dan Mnukwar itu wilayah Domberai dan Bomberai, Byak itu wilayah Saierri, wilayah adatnya sudah lain. Apalagi ke Jawa dan Bali, itu ras manusianya sudah lain, agamanya sudah lain, pulau nya jaaaaaaaauh sekali.Dibombardir oleh pertanyaan-pertanyaan ini, saya hentikan, dengan kata, "Stop!" Saya butuh waktu untuk berpikir.
Ada salah apa dengan otak-mu? Mengapa otakmu tidak rasional? Atau otakmu ada gangguan identitas dan identifikasi?
Itu terjadi tahun 2009.
Sekarang tahun 2018, yaitu sebelas tahun kemudian, saya barusan pulang dari Vanuatu, dan juga dua kali mengunjungi Papua New Guinea dalam rangka merintis kemungkinan menjual Kopi Papua, Baliem Blue Coffee ke pasar Melanesia, menyambut langkah-langkah yang sudah dilakuikan pemerintah Indonesia dan pemerintah anggota Melanesian Spearhead Group (MSG) lainnya di kasawasan kepulauan Melanesia.
Memang biayanya dua tiga kali-lipat daripada biaya untuk terbang ke Jawa, 4 kali lipat biaya ke Bali. Padahal saya hanya terbang ke pulau yang sama, pulau New Guinea dibagian Timur. Padahal sayaterbang hanya ke kawasan ras Melanesia di PNG dan Vanuatu.
Saya juga sempat singgah beberapa kali waktu pulang dan pergi di Fiji. Saya bisa merasakan kondisi di Fiji.
Setelah perjalanan ini, saya mulai berdialogue dengan diri saya sendiri, mundur 11 tahun lagi, mengulangi diskusi kani 11 tahun lalu, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya hentikan 11 tahun lalu.
Sekarang saya bertekad, produk-produk yang ada di Indonesia harus dijual di kawasan Melanesia, dan saya harus menjadi pemain aktif di dalamnya.
Saya kok jadi heran mengapa banyak kopi Filipina, Kopi Malaysia, Mie Bangladesh dan Nepal yang merajalela di Papua New Guinea, mengapa produk Vietnam dan China yang justru banyak di Vanuatu, mengapa produk India menguasai Fiji, mengapa produk Perancis menguasai Kanaky?
PADAHAL produk mereka 2 sampai 3 kali lebih mahal daripada barang-barang yang bisa dengan MUDAH dibawa dengan mobil lewat Wutung ke PNG, lalu dengan mudah ke pasar Melanesia.
Ayo! Mari kita Go-Melanesia, hai OAP, yakinkan dan percaya-kan diri sendiri, Kita Orang Melanesia, OAP orang Melanesia, kita harus berpikir dan sibuk mondari-madir, berdagang di Melanesia, dengan orang sesama Melanesia.
Apakah Otak-mu OAP, atau Anda gunakan OAP hanya dalam rangka memberontak terhadap orang-orang Melayu - Indonesia, yang Anda anggap mereka datang menduduki dan menguasai tanah leluhur bangsa Papua ras Melanesia? Kalau ini penjelasannya, itu terlalu picik, tidak membangun, tidak menguntungkan.
Mulailah melangkah, mulailah bergerak, start lalu-lalang di Melanesia, dengan sesama Melanesia. Anda akan merasakan "SESUATU YANG BERBEDA!" Jiwamu akan kesiraman Roh Leluhur,melihat saudara-saudaramu OAP di PNG, dan orang Melanesia pada umumnya. Jiwamu yang selama ini memberontak akan mendapatkan peristirahatan.
Kibat berpikir kita OAP harus kita PUTAR BALIK, dari lihat ke barat menjadi lihat ke Timur. Peluang bisnis untuk jua produk Indonesia sangat besar di sana. Jangan biarkan orang lain dari jauh-jauh saya merusak pasar Melanesia.
0 komentar:
Post a Comment